Beberapa hari jelang WTC (H-4) DeKers benar-benar dibuat
guling-gulingan. Tentang penyediaan villa serta jadwal check in yang harus
berubah dari rencana semula, akibat adanya konfirmasi baru dari pihak manajemen
Villa. Rundown yang sudah rapih apik itu dibongkar pasang, demikian juga dengan
list pembagian kamar. Bolak-balik Ayah, Bunda, Hilal, Nury, Wiewie dan Hardia,
dibuat mabuk berat lewat inbox dan sms, untuk konfirmasi mengenai tugas
masing-masing dan perubahannya.
“Bunda jangan terlalu capek, fokus aja dulu ke detlennya
Story. Jaga badan, nanti sakitnya kambuh lagi. Pokoknya kita akan bantu
sama-sama,” berulang kali sms sejenis itu dari Ayah dan Wiewie. Bikin Bunda
terharuuu.
H-1, semua nampak baik-baik saja. Bismillah….
Bermalam di kantor CK |
Jumat siang, 12 Okt 2012.
Teman ada di mana-mana, namun yang sebenarnya teman hanyalah
beberapa. Yang beberapa itulah yang
layak kita jaga dan kita lestarikan (lho?). Teman akan menjadi saudara dan keluarga
terdekat. Tak ingin melihatnya sudah, dan tak ingin melihatnya bersedih. Itu
sudah terlihat di H-1, Jumat 12 Okt.
Ega sibuk bolak-balik menjemput peserta dari luar kota.
Gambir, Lenteng, Rambutan, Lenteng lagi, seolah tak ingin mereka tersesat atau
kesusahan. Beberapa menyarankan agar Egaberistirahat dulu, namun yang terdengar
adalah, “Nggak apa-apa, kasihan kalau mereka nunggu kelamaan.”
Rolan yang kalem, Marini rame, Rizkiyah yang kadang-kadang,
adalah mereka yang dari Bali dan Jawa Timur, yang tiba lebih dulu dan langsung mengacak-acak
kantor CK. Ternyata bukan mereka saja.
Berturut-turut berdatangan yang lainnya, sampai tengah malam, diakhiri dengan
kedatangan Bunda yang ternyata baru selesai detlen Story. Kantor CK yang
mendadak sempit itu meruah dan meriah. Siapa menduga di pertemuan pertama kopi
darat itu, mereka seolah saudara yang sudah kerap bertemu? Bahkan mereka sudah
sangat hapal tabiat dan gaya kawan-kawannya. Ah, fesbook dan twitter memang ajaib! Terutama melihat 25 kepala yang tidur bergeletakan di lantai,
saling berpelukan satu sama lain, saling berbagi bantal dan tikar, mengenaskan sekaligus menyenangkan (Doakan
saja kantor CK akan 5x lebih luas lagi supaya semua ceKers bisa nginep
rame-rame ya… J) Sementara
beberapa panitia bolak-balik menyiapkan kelengkapan yang dibutuhkan sampai
lewat pukul 02 dini hari.
Sabtu, 13 Okt, pukul 5 pagi.
Antrian toilet yang cuma satu-satunya, menjadi alasan beberapa
CeKers melewatkan acara mandi. Dengan alasan ingat pesan Abah, “Gak usah mandi,
kan jadwal pertama mau ke Ciburial, berenang dan mancing…” beberapa peserta –termasuk Bunda- hanya
bebasuh dan sikat gigi.
Bekal sarapan isi lontong dan bakwan pun sudah siap. Bus
sudah datang kemudian, menyusul Amanda, Paulus, Hikarima, Tris Anova dan
beberapa lagi di pagi itu. Suasana makin terlihat akrab dan menyenangkan. Mulai
terlihat adegan mesra sepiring berdua menyantap mie instan atau secangkir kopi
dan teh. Kemudian berbaris dan berdoa bersama.
“Ya Tuhan, jadikan kami orang yang berguna, menjajaki
sesuatu yang semula kami pikir adalah sebuah impian, menjadi sebuah kenyataan.
Melalui ajang WTC ini, kami ingin meraih itu semua. Dengan ijinMu, perjalanan
wisata belajar ini akan lancar dan tak ada kendala. “
Aminnn…
Dan Hardia pun berteriak, “Pasukan, majuuu jalan!” dibantu oleh Nata dan Hani, peserta diabsen
satu persatu untuk masuk ke dalam bus.
Tiba di Villa |
Ciburial, Cinta dan Mancing
Meski sempat mengalami macet di Ciawi akibat adanya jalur
satu arah, tetapi perjalanan bisa dikatakan lancar, dan sesuai dengan jadwal
rundown; yaitu tiba pukul 11 teng di Taman Wisata Ciburial, yang berada dekat
dengan Gunung Mas. Meski tak seberapa luas, toh CeKers bisa jumpalitan di
perbukitan yang memiliki kolam renang alam dan arena pemancingan itu setelah
mendengarkan kata sambutan serta introduction para deKers. DeKers sengaja merunutkan
acara ini di awal supaya semua bisa senang-senang sebelum karantina tiba. Ndilalah yang paling terlihat senang ya Ayah... Sampe jerit-jeritan dan koprol, karena mancing dapet ikan 7 kilo (ssst yang 3
kilonya boleh nyerok).
Makan siang yang sangat terlambat itu pun berbalas
dengan menyantap ikan nila bakar dan ikan gurame goreng, plus sambal bikinan
Marini (jauh-jauh dari Bali cuma disuruh bikin sambel? Kasian yak). Sementara
itu Popy mengalami kejadian tragis, menjadi korban dendam Rizkiyah; diceburin!
Basah, basah, basaahhhh….. Dan Ega mulai gelisah, “Ini rundownnya jadi mulur
dong,” katanya sambil gerogotin duri ikan.
Pukul 2, akhirnya semua tiba di lokasi yang selama ini sampai terbawa mimpi; Gunung Mas!
Kami menyewa 2 buah villa yang berdampingan, Bungalow 1 dan
Rumah Kayu Kelapa. Hardia, Ega dan Hilal,
segera sigap membagi kamar untuk semua peserta.
Setelah itirahat sebentar, beberes barang
bawaan, mandi, dandan, semua pun kumpul di ruang tamu Villa Bungalow 1 untuk
mengikuti sesi pertama: “Aku Ingin Jadi Penulis”
Aku ingin menjadi
penulis. Itu sebabnya aku banyak membaca dan mengisi satu hariku dengan 1
halaman yang bisa aku tuliskan apa saja. Ini adalah kuote yang di-share
Bunda. Ada 21 quote lainnya, yang semoga semua masih mengingatnya, serta pengalaman-pengalaman
yang bisa menjadi cermin dan pembelajaran.
Dan ini adalah quote Bunda yang menjadi favorit di setiap pelatihan
Bunda: Aku ingin menjadi penulis, itu
sebabnya aku tetap menulis dan tak membiarkan waktuku bermurung untuk semua
naskahku yang ditolak.
Aku ingin jadi penulis |
Character Building oleh Ayah Handoko F Zainsam |
Sesi pertama berakhir berlanjut dengan sesi kedua: Character
Building-nya Ayah Handoko. Ayah bilang; “Penulis adalah jiwa yang berkarakter,
dia tahu apa dan bagaimana menempatkan diri dan emosinya”.
Begitulah, Gunung Mas mulai membeku. Udara dingin mulai
menggigit. Usai makan malam yang hangat, semua siap dengan sesi selanjutnya, “Imajinasi
dalam Fiksi”
“Fiksi adalah gubahan imajinasimu dari kisah keseharian.
Imajinasi adalah perangkat lunak yang fital dalam sebuah cerita. Semua
orang bisa menulis, tetapi tidak semua orang bisa menjadi penulis. Semua dibarengi dengan kemampuan,” ujar Bunda. Maka, menulislah. Bukan
untuk menjadi juara, tetapi untuk eksistensi dan kekayaan rasa.
Sesi pun berlanjut pada “Puisi dan Kekayaan Rasa” yang
dibawakan oleh Ayah Handoko. Bahwa puisi adalah arena permainan kata. Bahasa
dan rasa.
Apa yang terjadi? Dua sesi malam itu benar-benar
menghangatkan suasana dingin Gunung Mas, di ruang berukuran 4x6m yang padat
oleh gelak dan semangat. Betapa semakin terasa keakraban dan kekeluargaan di
sana. Suasana yang belum tentu bisa didapatkan setiap hari, di mana pun. Yang
diam dan tak banyak bicara, akhirnya menyampaikan gelaknya. Yang ramai dan
selalu cari gara-gara, semakin merangkul sesama. Semua sama. Semua bergembira. Hingga
larut semakin menyelimut, hingga Malam Keakraban semakin menghangat. Bersama
puisi-puisi yang dibawakan oleh Mh. Putra dan Abah Yoyok, serta Ayah Han.
Sementara bulan di atas sana menggeliat, menyaksikan 41
kepala berhanyut dalam kekeluargaan.
MInggu, 14 Okt 2012
Matahari meninggi. Sejak sebelum subuh semua sudah terjaga.
Tak sabar menyambut hari dan mengisinya dengan aneka rasa. Sarapan, dan Motivasi
dari Abah yang disampaikan di dekat “danau” alias parit kecil di tengah hijaunya
alam.
“Menulis adalah karakter dan etika,” kata Abah. “Kita tak
boleh melewatkan hal-hal itu. Karena menulis tak sekadar menulis.”
Semua mengangguk takjub. Membawa rasa takjub itu pada Touring of CeKers –mengitari alam sekitar
untuk mencari inspirasi.
Ah, Minggu yang memesona, sementara geliat asmara mulai
menebar di antara beberapa CeKers. Tak peduli hari semakin beranjak dan
perlahan mendekati detik-detik terakhir.
“Berkemaaaasss,” ujar Nury dan Hilal berbarengan.
Ah, rasanya tak ingin ini selesai. Tapi harus. Ada saatnya
sesuatu harus selesai. Mengobati kegundahan akan perpisahan yang sebentar lagi
tiba, semua berhamburan, menyebar ke segala penjuru Gunung Mas, seolah
meneriakkan galau pada pucuk-pucuk teh, “Aku mau jadi penulis, maka aku tak
akan menyeraah. Aku mau jadi penulis, dan WTC adalah inspirasiku. Aku ingin
jadi penulis, dan aku tak ingin ini berakhirrr….” Begitulah isi hati mereka,
yang kemudian mereka tuliskan dalam suka cita di lembaran kertas putih.
Inilah pertemuan itu. Inilah sesuatu yang mestinya kita
dapat dalam sebuah komunitas. Harapan, persaudaraan dan semangat.
Matahari mulai melemah. Bus yang akan membawa pulang telah
siap di depan Villa.
“Aku gak mau ini berakhir,” keluh Jhenny dan Wieiwe
berbarengan. Hal yang sama yang diucapkan semua peserta.
Tetapi, ini memang harus berakhir…. Ini sudah selesai. Bukan
untuk dilupakan, namun untuk dikenang dan dipelajari. Bahwa sesuatu adalah niat
dan usaha!
Bus bergerak meninggalkan jejak hijau yang sampai kapan pun
akan menyimpan kisahnya; Kisah CeKers yang gegap gempita dengan semangat dan
doa. Kami Bisa!
Apa yang kita harapkan
dari sebuah komunitas dan pertemuan?
Semua telah terjawab di atas.
WTC, Gunung Mas 13-14 Oktober. Cinta kami tetap terpateri di
sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar